Rabu, 20 Juni 2012

Teknologi Sistem Informasi Perbankan


Teknologi Sistem Informasi Perbankan
  •  Definisi Teknologi Sistem Informasi Perbankan
Penerapan teknologi komputer dan telekomunikasi di perbankan (selanjutnya disebut teknologi sistem informasi perbankan dan disingkat TSI Perbankan) merupakan fenomena yang berkembang sangat luas dan cepat di perbankan nasional. Istilah ini mengacu ke ketentuan mengenai penggunaan Teknologi Sistem Informasi (TSI) oleh bank yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Keberhasilan bank akan sangat ditentukan kualitas kinerja TSI, yang akan terus dikembangkan secara luas untuk memenuhi kepentingan bisnis bank dan nasabahnya. Kecenderungan proses otomatisasi ini akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang, seiring dengan perkembangan perbankan nasional sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam menjalankan fungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary).

  •   Perkembangan Teknologi Informasi di Perbankan
Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :

            -          Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
            -          Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
            -          Penggunaan Database di bank – bank.
            -          Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.

Dengan adanya jaringan computer hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email, teleconference. Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya.
Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.

  •   Kriteria Pemilihan Teknologi Perangkat Lunak Perbankan
Lembaga keuangan di Indonesia, termasuk bank, sudah lebih cepat dan intensif dibandingkan sector atau jenis industri lainnya dalam menerapkan teknologi computer dalam memberikan pelayanannya ke nasabah. Jasa-jas ini meliputi pembayaran komputerisasi (pemindahan dana melalui computer dengan fasilitas jaringan komunikasi datanya); jasa penyetoran dan pengambilan dana secara otomatis melalui ATM atau berbagai jenis kartu plastic; homebanking dan internet banking serta fasilitas pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis teknologi computer tersebut diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM), berbagai jenis kartu kredit, Point of sales (POS), electronic fund transfer system, dan otomatisasi kliring.
Fungsi teknologi informasi (TI) telah mengalami perubahan dan perkembangan pesat pada decade terakhir ini. Fungsi TI yang semakin khusus mendorong setiap bank untuk membentuk bagian, departemen, atau unit kerja khusus tersendiri. Walaupun struktur tersebut tergantung pada berbagai factor misalnya skla bisnis dan beban kerja, tetapi unit kerja tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu aspek pengembangan teknologi dan aspek operasionalnya.
Fasilitas pengolahan data yang tersedia di bank saat ini merupakan hasil kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk menjalankan operasi secara sistematis dan baik sesuai dengan aliran masuk dan keluar dana bank. Fasilitas tersebut berfungsi untuk menangani, memilih, menghitung, menyusun, melaporkan, dan mengirimkan informasi. Jadi penggunaan TI di bank dimaksud adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi (sesuai peraturan Bank Indonesia).
Fungsi TSI yang tepat tidak terlepas dari criteria pemilihan jenis teknologi yang akan digunakan oleh bank. Sistem aplikasi computer yang digunakan di bidang perbankan harus bisa mengakomodasikan semua kebutuhan bank dan sesuai dengan ketentuan otoritas moneter (salam hal ini adalah Bank Indonesia). Hal ini memerlukan pemilihan software computer mengingat jenis software yang ada dan ditawarkan di pasar relative banyak. Secara umum pemilihan ini berdasarkan kesesuaian antara kapasita bank dengan fasilitas atau kemampuan software yang akan dipilih sehingga investasi yang telah dikeluarkan benar-benar efektif dan memberikan nilai tambah terhadap bank.
Sebagai contoh, Bank yang kapasitasnya relative kecil, misalnya Bank Perkreditan Rakyat atau BPR kurang relevan bila menggunakan system aplikasi computer yang menyediakan fasilitas transaksi dalam valuta asing atau pengelolaan giro. Hal ini menginbgat bahwa BPR tidak boleh melakukan transaksi dalam valuta asing dan tidak ikut dalam lalu lintas pembayaran giral. Penggunaan software tersebut menjadi tidak efisien dan biaya investasinya lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkannya.
Kriteria pemilihan software computer perbankan yang baik sesuai dengan kebutuhan bank secara umum berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
      1.  Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data
Jenis dan klasifikasi data bank yang relative banyak harus bisa ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk pertimbangan segi keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR kurang efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm operasionalnya karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya relative kecil.

       2.      Keluwesan (Flexibility)
Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan yang berubah-ubah dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak computer sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya sama. Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua bank yang kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.

      3.      Sistem Keamanan
Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trusth), bank memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan data atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer perbankan yang baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.

      4.      Kemudahan penggunaan (user friendly)
Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bisa mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang mempunyai kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. System aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian yaitu dengan memberikan error message dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.

      5.      Sistem Pelaporan (Reporting system)
Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak yang berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

      6.      Aspek Pemeliharaan
Kinerja software perbankan diharapkan relative stabil selama bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang baik, dalam arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.

       7.      Source Code
Software perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya atau source code.

Sumber  :
http://fandycz.blogdetik.com/2011/05/24/teknologi-sistem-informasi-tsi-perbankan/

Sabtu, 12 Mei 2012

SIA Perbankan


Sistem Informasi Akuntansi ( SIA ) Perbankan

         Definini SIA
Sistem Informasi Akuntansi Menurut Bodnard dan Hopwood (2000:23) Sistem Informasi Akuntansi adalah kumpulan sumber daya seperti manusia dan peralatan yang diatur untuk mengubah data menjadi informasi.
Baridwan (1996:4) Sistem Informasi Akuntansi adalah suatu komponen organisasi yang mengumpulkan, menggolongkan, mengolah, menganalisa dan komunikasikan informasi keuangan yang relevan untuk pengambilan keputusan kepada pihak-pihak luar (seperti inspeksi pajak, investor dan kreditur ) dan pihak-pihak dalam (terutama manajemen)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Akuntansi (SIA) adalah suatu komponen organisasi yang mengumpulkan, mengklasifikasikan, mengolah, menganalisa dan mengkomunikasikan informasi finansial dan pengambilan keputusan yang relevan bagi pihak luar perusahaan dan pihak ekstern.

         Karakteristik, Manfaat, Tujuan, dan Fungsi SIA

         Karakteristik SIA yang membedakan dengan CBIS lainnya :
         ·         SIA melakasanakan tugas yang diperlukan.
         ·         Berpegang pada prosedur yang relatif standar.
         ·         Menangani data rinci.
         ·         Berfokus historis.
         ·         Menyediakan informasi pemecahan minimal.

       Manfaat Sistem Informasi Akuntansi: 
 o  Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu sehingga dapat melakukan aktivitas utama pada   value chain secara efektif dan efisien.
   o   Meningkatkan kualitas dan mengurangi biaya produk dan jasa yang dihasilkan.
   o   Meningkatkan efisiensi.
   o   Meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan.
   o   Meningkatkan sharing knowledge.
   o   Menambah efisiensi kerja pada bagian keuangan.

    Tujuan SIA terdiri dari :
1     - Untuk mendukung operasi-operasi sehari-hari (to Support the –day-to-day operations)
2     - Mendukung pengambilan keputusan manajemen (to support decision making by internal decision makers).
3    - Untuk memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan pertanggung-jawaban (to fulfill obligations relating to stewardship).

    Sedangkan fungsi penting yang dibentuk Sistem Informasi Akuntansi pada sebuah organisasi antara lain :
       -   Mengumpulkan dan menyimpan data tentang aktivitas dan transaksi.
       -   Memproses data menjadi into informasi yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
       -   Melakukan kontrol secara tepat terhadap aset organisasi.
  
      Subsistem Transaksi dalam SIA :
s       Subsistem Sistem Informasi Akuntansi memproses berbagai transaksi keuangan dan transaksi nonkeuangan yang secara langsung memengaruhi pemrosesan transaksi keuangan.
    Sistem Informasi Akuntansi terdiri dari 3 subsistem:
-         * Sistem pemrosesan transaksi, mendukung proses operasi bisnis harian.
      * Sistem buku besar/pelaporan keuangan, menghasilkan laporan keuangan, seperti laporan laba/rugi, neraca, arus kas, pengembalian pajak.
    * Sistem pelaporan manajemen, yang menyediakan pihak manajemen internal berbagai laporan keuangan bertujuan khusus serta informasi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, seperti anggaran, laporan kinerja, serta laporan pertanggungjawaban.

ΓΌ      Faktor Penyusunan SIA
 Faktor–faktor yang dipertimbangkan dalam penyusunan sistem informasi akuntansi:
1   .  Sistem informasi akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip cepat yaitu sistem informasi akuntansi harus menyediakan informasi yang diperlukan dengan cepat dan tepat waktu serta dapat memenuhi kebutuhan dan kualitas yang sesuai..
2   . Sistem informasi yang disusun harus memenuhi prinsip aman yaitu sistem informasi harus dapat membantu menjaga keamanan harta milik perusahaan.
3   . Sistem informasi akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip murah yang berarti bahwa biaya untuk menyelenggarakan sistem informasi akuntansi tersebut harus dapat ditekan sehingga relatif tidak mahal.
4   . Sistem Informasi Akuntansi menggunakan sistem pemrosesan transaksi untuk mencatat berbagai operasi transaksi yang terjadi, yang mempengaruhi status finansial organisasi.
5   .    Sistem ini mengenai operasional sistem akuntansi, dan menangani laporan historis dari semua transaksi yang terjadi dalam jumlah besar.
6   .  Sistem ini membuat berbagai report seperti laporan keseimbangan keuangan dan rekening masukan yang semuanya memberikan gambaran finansial dari organisasi

ΓΌ    Subsistem Sistem Informasi Akuntansi
   Subsistem sistem informasi akuntansi terdiri dari 5 sistem, yaitu :
1   .      Sistem Pengeluaran (expenditure system)
   Segala peristiwa yang berhubungan dengan usaha mendapatkan sumber-sumber ekonomis yang diperlukan oleh perusahaan, baik berupa barang ataupun jasa, baik pemasok dari luar maupun dari karyawan didalam perusahaan.
2   .      Sistem Pendapatan (revenue system)
Berhubungan dengan penjualan barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan kepada konsumen dan mendapatkan pembayaran dari mereka.
3    .      Sistem Produksi (production systeme)
Berhubungan dengan pengumpulan, penggunaan dan pengubahan bentuk suatu sumber ekonomi.
4    .      Sistem Manajemen Sumber Daya (resources management system)
Meliputi peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan manajemen dan pengendalian sumber daya seperti investasi dan aktiva tetap (fasilitas).
5    .     Sistem Buku Besar dan Laporan Keuangan (general ledger and financial accounting).
Sedangkan aspek yang berhubungan dengan sistem bisnis modern yaitu :
-           Pentingnya komunikasi antar departemen yang mengarah untuk tercapainya suatu keputusan.
-       Peranan SIA dalam menghasilkan informasi yang dapat membantu departemen lainnya untuk mengambil keputusan.

ΓΌ       Pelaku SIA dan Ciri Transaksi SIA
Informasi Akuntansi yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Akuntansi dibedakan menjadi 2, yaitu:
·         Informasi Akuntansi keuangan, berbentuk laporan keuangan yang ditujukan kepada pihak extern.
·         Informasi Akuntansi Manajemen, berguna bagi manajemen dalam pengambilan keputusan.
Pemakai informasi akuntansi pun terdiri dari dua kelompok, yaitu   :
  • Pemakai Eksternal yang didalamnya mencakup pemegang saham, investor, kreditor, pemerintah, pelanggan, pemasok, pesaing, serikat kerja dan masyarakat.
  • Pemakai Internal biasanya merupakan pihak manajer dari berbagai tingkatan dalam organisasi bersangkutan.

Ciri dalam transaksi SIA :
  1. Menghasilkan jumlah data yg besar, yg tiap hari selalu diproses, disimpan dan membutuhkan kecepatan akses yg cepat serta keakuratan yg tinggi.
  1. Membutuhkan kemudahan dalam pengoperasian pengontrolan serta prosedur error-checking yg baik dalam menjaga sekuritas dan keakuratan data.
  2. Dirancang khusus untuk kemudahan audit data, serta tracing (menelusuri) transaksi yg terjadi.
  3. Beberapa menggunakan aplikasi DDS dan MIS, misal digunakan dalam menentukan estimasi dan perencanaan anggaran.
Sumber     :

Camels Dalam Perbankan


Camels Dalam Perbankan

            Pengertian Camels
Dalam kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999: CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank, yang mempengaruhi pula tingkat kesehatan bank, CAMEL merupakan tolok yang menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. CAMEL terdiri atas lima criteria yaitu modal, aktiva, manajemen, pendapatan dan likuiditas.
Berdasarkan kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia), edisi kedua tahun 1999, peringkat CAMEL dibawah 81memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukan oleh neraca bank, seperti rasio kredit tak lancar terhadap total aktiva yang meningkat, apabila hal tersebut tidak diatasi akan mengganggu kelangsungan usaha bank, bank yang terdaftar pada pengawasan dianggap sebagai bank bermasalah dan diperiksa lebih sering oleh pengawas bank jika dibandingkan dengan bank yang tidak bermasalah. Bank dengan peringkat CAMEL diatas 81 adalah bank dengan pendapatan yang kuat dan aktiva tak lancer sedikit, peringkat CAMEL tidak pernah diinformasikan secara luas.

           Reinkarnasi Camels
Penyempurnaan penilaian kesehatan bank dilatarbelakangi oleh Perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian kondisi Bank yang diterapkan secara internasional mempengaruhi pendekatan penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Secara substantif memang ada beberapa perubahan faktor-faktor penilaian, namun dari sisi prinsip dan proses perhitungan tingkat kesehatan, PBI nomor 13/1/PBI/2011 tersebut tidak jauh berbeda dengan PBI Nomor 6/10/PBI/2004 . Mari kita lihat sekilas perbandingan antara keduanya. Pertama,  penilaian tetap bersifat self-assessment oleh masing-masing bank yang dilakukan setiap semester, namun pihak BI akan melakukan pemeriksaan sebagai langkah validasi atau konfirmasi terhadap penilaian yang dilakukan oleh pihak bank.
Apabila terdapat perbedaan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan hasil self assesment oleh pihak bank maka yang berlaku adalah hasil penilaian tingkat kesehatan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hasil self-assessment tersebut wajib diketahui oleh Direksi dan dilaporkan kepada Dewan Komisaris dan BI. BI secara eksplisit tidak mewajibkan hasil akhir penilaian kesehatan bank tersebut dipublikasikan secara detail kepada masyarakat. Masyarakat hanya bisa melihat posisi keuangan bank secara umum dan beberapa rasio keuangan saja, misalnya Capital Adequacy Ratio, Efisiensi Biaya,  dan Kualitas Aktiva Produktif.  Jadi jangan harap hasil penilaian lengkap untuk setiap faktor dan komponen terungkap ke publik. Kedua,  skala atau predikat penilaian masih sama dengan sebelumnya yaitu “Peringkat 1″  sampai “Peringkat 5″ dimana urutan peringkat faktor yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih baik.
Sedangkan hasil akhir penilaiannya disebut Peringkat Komposit yaitu peringkat akhir hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Misalnya, Peringkat 1 mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya, sedangkan Peringkat 5 mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Pada penilaian sebelumnya berdasarkan PBI Nomor 6/10/PBI/2004, BI telah menyediakan kerangka kerja atau lembar kerja yang menjelaskan bagaimana menghitung dan menilai setiap indikator. Panduan tersebut disajikan dalam bentuk matriks. Untuk PBI tahun 2011 ini, panduan dalam acuan matriks tersebut belum disediakan oleh Bank Indonesia.
Ketiga, versi 2011 hanya pengelompokan dan pembobotan ulang terhadap faktor atau dimensi penilaian-yang dari segi cakupan relative tidak banyak berubah. PBI yang baru menggolongkan faktor penilaian menjadi hanya empat faktor yaitu (1) Profil resiko atau risk profile, (2) Good Corporate Governance (GCG), (3) Rentabilitas atau Earnings, dan (4) Permodalan atau Capital. Jadi PBI yang baru ini bisa disingkat- sekedar untuk memudahkan ingatan saja, menjadi RGEC . Profil resiko mencakup 8 jenis resiko yaitu (a) risiko kredit, (b) risiko pasar, (c) risiko likuiditas, (d) risiko operasional, (e) risiko hukum, (f) risiko stratejik, (g) risiko kepatuhan, dan (h) risiko reputasi. Jadi kayaknya, beberapa indikator pada CAMELS sebelumnya, ditataulang dan dimasukkan ke faktor baru pada RGEC. Jika dipetakan secara lengkap, faktor kualitas asset (A), likuiditas (L), dan sensitivitas terhadap resiko pasar (S) pada pada Sistem CAMELS melebur ke dalam faktor profil resiko (R) pada Sistem RGEC, sedangkan faktor rentabilitas (E) dan permodalan (C) tetap ada pada sistem yang baru. Seolah-olah ada faktor baru yaitu Good Corporate Governance (G) yang menggantikan faktor Manajemen (M) pada sistem lama. Namun jika dicermati, kepatuhan terhadap penerapan GCG sudah masuk pada faktor Manajemen (M) pada sistem CAMELS yaitu dimasukkan pada komponen manajemen umum.
Dua komponen lainnya untuk faktor Manajemen pada sistem CAMELS- yaitu Penerapan Sistem Manajemen Resiko dan Kepatuhan Bank, sebagian besar indikatornya diperkirakan masuk ke profil resiko pada sistem RGEC. Akhirnya tinggal GCG yang tersisa dalam faktor Manajemen. Jadilah GCG sebagai faktor tersendiri dalam sistem yang baru. Faktor GCG pada sistem baru pasti akan diperkaya terlebih dahulu oleh BI dengan beberapa model, prinsip atau praktek yang terbaru sesuai dengan perubahan atau perkembangan kondisi dan situasi terkini. Sebenarnya BI sudah mengeluarkan PBI Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, sebagaimana telah diubah menjadi PBI Nomor 8/14/PBI/2006, dengan teknis pelaksanaannya tercantum pada SE Nomor 9/12/DPNP.

            Analisis Camels
Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital (C), Asset Quality (A), Management (M), Earning (E), Liability atau Liquidity (L), dan Sensitivity to Market Risk (S).
Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:

a.      Permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku. Melalui rasio ini akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bank terutama kredit yang disalurkan dengan sejumlah modal bank (Abdullah, 2003:60).
Tabel 1. Matriks Kriteria Peringkat Komponen Permodalan
Rasio
Peringkat
CAR ≥ 12%
1
9% ≤ CAR < 12%
2
8% ≤ CAR < 9%
3
6% < CAR < 8%
4
CAR ≤ 6%
5
                   (Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

b.      Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif dan tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).
Rasio Kualitas Aktiva Produktif merupakan rasio yang mengukur kemampuan kualitas aktiva produktif yang dimiliki bank untuk menutup aktiva produktif yang diklasifikasikan berupa kredit yang diberikan oleh bank. Rasio ini mengindikasikan bahwa semakin besar rasio ini menunjukkan semakin menurun kualitas aktiva produktif (Taswan, 2010:167).
Tabel 2 Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP(1)
Rasio
Peringkat
KAP­1­ ≤ 2
1
2 < KAP1 ≤ 3%
2
3% < KAP1 ≤ 6%
3
6 < KAP1 ≤ 9%
4
KAP1 > 9%
5
             (Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
Rasio pemenuhan PPAP merupakan rasio yang mengukur kepatuhan bank dalam membentuk PPAP untuk meminimalkan risiko akibat adanya aktiva produktif yang berpotensi menimbulkan kerugian (Taswan, 2010:167).
Tabel 3 Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP(2)
Rasio
Peringkat
KAP ≥ 110%
1
105% ≤ KAP2 < 110%
2
100% ≤ KAP2 < 105%
3
95% ≤ KAP2 < 100%
4
KAP2 < 95%
5
             (Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

c.       Manajemen (Management)
Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen dengan rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba. Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha.
Tabel 4 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NPM
Rasio
Peringkat
NPM ≥ 100%
1
81% ≤ NPM < 100%
2
66% ≤ NPM < 81%
3
51% ≤ NPM < 66%
4
NPM < 51%
5
            (Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

d.      Profitabilitas (Earnings)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net Operating Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO).
ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan dari total aktiva yang dimiliki (Dendawijaya, 2009:118).
Tabel 5 Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROA
Rasio
Peringkat
ROA > 1,5%
1
1,25% < ROA ≤ 1,5%
2
0,5% < ROA ≤ 1,25%
3
0 < ROA ≤ 0,5%
4
ROA ≤ 0%
5
                (Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
ROE mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank (Dendawijaya, 2009:119)


Tabel 6 Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROE
Rasio
Peringkat
ROE > 15%
1
12,5% < ROE ≤ 15%
2
5% < ROE ≤ 12,5%
3
0 < ROE ≤ 5%
4
ROE ≤ 0%
5
            (Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009:167). Bank syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif.
Tabel 7 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NIM/NOM
Rasio
Peringkat
NIM > 3%
1
2% < NIM ≤ 3%
2
1,5% < NIM ≤ 2%
3
1% < NIM ≤ 1,5%
4
NIM ≤ 1%
5
               (Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)
BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009:120). Semakin tingga rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank.
Tabel 8. Matriks Kriteria Peringkat Komponen BOPO
Rasio
Peringkat
BOPO ≤ 94%
1
94% < BOPO ≤ 95%
2
95% < BOPO ≤ 96%
3
96% < BOPO ≤ 97%
4
BOPO > 97%
5
               (Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

e.       Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menunjukkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2009:116).
Tabel 9. Matriks Kriteria Peringkat Komponen LDR
Rasio
Peringkat
LDR ≤ 75%
1
75% < LDR ≤ 85%
2
85% < LDR ≤ 100%
3
100% < LDR ≤ 120%
4
LDR > 120%
5
               (Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

f.       Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian rasio sensitivitas terhadap risiko pasar didasarkan pada Interest Rate Risk Ratio (IRRR) yang proksi terhadap risiko pasar. IRRR menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan.

            Rasio Camels
Rasio CAMEL adalah menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. dengan analisis rasio dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank. Manfaat Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kebangkrutan Machfoedz (1994) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi laba perusahaan dimasa yang akan datang. Rasio keuangan yang digunakan adalah cash flows/current liabilities, net worth and total liabilities/fixed assets, gross profit/sales, operating income/sales, net income/sales, quick assets/inventory, operating income/total liabilities,net worth/sales, current liabilities/net worth, dan net worth/total liabilities. Ditemukan bahwa rasio keuangan yang digunakan dalam model bermanfaat untuk memprediksi laba satu tahun ke muka, namun tidak bermanfaat untuk memprediksi lebih dari satu tahun. Penelitian berkaitan dengan prediksi kebangkrutan bank di Indonesia dilakukan oleh Wilopo (2001). Penyampelan dalam penelitian ini dilakukan secara cluster yaitu 235 bank pada akhir tahun 1996 dibagi menjadi 16 ban terlikuidasi dan 219 bank yang tidak dilikuidasi, selanjutnya diambil 40% sebagai sampel estimasi, terdiri atas 7 bank terlikuidasi dan 87 bank yang tidak dilikuidasi. Kemudian dari 215 bank pada akhir tahun 1997 yang terdiri atas 38 bank terlikuidasi dan 177 bank pada tahun 1999 yang tidak dilikuidasi, diambil 40% sebagai sampel validasi yang terdiri atas 16 bank terlikuidasi dan 70 bank yang tidak dilikuidasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk memprediksikan kebangkrutan bank adalah rasio keuangan model CAMEL (13 rasio), besaran (size) bank yang diukur dengan log. assets, dan variabel dummy (kredit lancar dan manajemen).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat prediksi variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini tinggi (lebih dari 50% sebagai cutoff value-nya). Tetapi jika dilihat dari tipe kesalahan yang terjadi tampak bahwa kekuatan prediksi untuk bank yang dilikuidasi 0% karena dari sampel bank yang dilikuidasi, semuanya diprediksikan tidak dilikuidasi. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis yang diajukan bahwa “rasio keuangan model CAMEL, besaran (size) bank serta kepatuhan terhadap Bank Indonesia” dapat digunakan untuk memprediksikan kegagalan bank di Indonesia. Simpulan ini diambil didasarkan atas tipe kesalahan yang terjadi, khusus kasus di Indonesia ternyata rasio CAMEL serta variabel-variabel independen lain yang digunakan dalam penelitian ini belum dapat memprediksikan kegagalan bank. Dengan demikian perlu eksplorasi lebih lanjut terhadap variabel lain di luar rasio keuangan agar diperoleh model yang lebih tepat untuk memprediksikan kegagalan bank.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Swandari (2002) berusaha untuk menganalisa apakah tingginya perilaku risiko dari pemegang saham, kepemilikan institusi dan kinerja mempengaruhi kebangkrutan bank. Sampel penelitian ini terdiri dari bank yang dikategorikan fail dan bank yang sehat yang terdiri atas 25 bank yang dikategorikan fail dan 35 bank yang sehat atau survive. Dalam penelitian ini variabel kinerja diproksikan dengan NITA (laba bersih / total aktiva) dan FUTL (laba operasi / total kewajiban), selain itu dalam penelitian ini juga memasukkan variabel kontrol yaitu size perusahaan dan jumlah modal. Diprediksikan bahwa perilaku risiko berpengaruh positif terhadap kebangkrutan bank, sedangkan porsi kepemilikan institusi dan kinerja berpengaruh negative terhadap kebangkrutan bank. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1.      Variabel perilaku resiko memiliki tanda sesuai dengan prediksi namun secara statistic tidak signifikan atau dapat dikatakan hipotesis yang dinyatakan dalam penelitian ini ditolak. Hasil ini sejalan dengan teori agency cost of debt yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan menyebabkan manajer atau pemilik bank berperilaku lebih beresiko atas beban debtholder atau para deposan. Dengan kata lain, pemilik akan berupaya meningkatkan nilai opsi call dari saham yang mereka miliki.
2.      Variabel proksi kepemilikan institusi juga memiliki tanda sesuai prediksi namun secara statistik tidak signifikan atau dapat dikatakan hipotesis yang dinyatakan dalam penelitian ini ditolak..
3.      Dua variabel kinerja yang digunakan yaitu NITA dan FUTL, keduanya memberikan dukungan terhadap hipotesis yang dinyatakan dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Haryati (2002) berusaha untuk menganalisa:
Apakah terdapat perbedaan bermakna kinerja keuangan yang diukur dari rasio cadangan penghapusan kredit terhadap kredit, ROA, efisiensi dan LDR antar bank kelompok kategori A, B dan C, dan (2) apakah rasio keuangan tersebut mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kemungkinan kebangkrutan bank-bank kategori A, B dan C. Hasil dari penelitian ini adalah empat rasio keuangan yang digunakan ternyata rasio ROA, Efisiensi dan LDR mempunyai perbedaan yang signifikan di antara bank-bank dalam kategori A, B dan C. Adapun rasio Cadangan Penghapusan Kredit terhadap Kredit tidak mempunyai perbedaan bermakna mengingat pengukuran rasio ini untuk menilai kualitas asset dari bank kurang tepat (tidak sesuai dengan pengukuran sebagaimana telah ditentukan oleh Bank Indonesia).

           Analisis Kesehatan Bank : CAMELS vs RGEC
Penggunaan rasio keuangan yang mempunyai perbedaan signifikan dalam model logistic regression untuk menguji prediksi kebangkrutan bank-bank dalam kategori bangkrut adalah akurat yang ditunjukkan dengan tingkat kemaknaan 0,00%. Dari ketiga rasio ROA, Efisiensi dan LDR hanya rasio ROA yang mempunyai pengaruh bermakna terhadap kemungkinan kebangkrutan bank. Etty M. Nasser dan Titik Aryati (2000) menyimpulkan bahwa dengan uji univariate ada dua jenis rasio yang signifikan yang membedakan bank sehat dan bank gagal yaitu rasio EATAR dan OPM. Untuk rasio keuangan yang dominan mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan bank adalah EATAR dan PBTA melalui analisis Stepwise Statistic, dan dengan analisis Casewise Statistic dapat diketahui tingkat keberhasilan keseluruhan dari fungsi diskriminan dan untuk peramalan empat tahun sebelum bangkrut adalah 67,6 %.
Penelitian ini menggunakan bank go public sebagai sampel. Variabel bebas yang digunakan adalah beberapa rasio-rasio keuangan model CAMEL yaitu CAR1, CAR2, ETA, RORA, ALR, NPM, OPM, ROA, ROE, BOPO, PBTA, EATAR, dan LDR. Sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah Financial Distress dengan dua alternatif yaitu bank sehat dan bank gagal. Secara empiris tingkat kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan menggunakan rasio-rasio keuangan model CAMEL dapat dibuktikan sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu : Thomson (1991) dalam Wilopo (2001) yang menguji manfaat rasio keuangan CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an dengan menggunakan alat statistik regresi logit, Whalen dan Thomson (1988) dalam Wilopo (2001) menemukan bahwa rasio keuangan CAMEL cukup akurat dalam menyusun rating bank, dan di Indonesia Surifah (1999) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model CAMEL.
Dulu kita mengenal dengan adanya Analisis Kesehatan Bank dengan menggunakan sistem penilaian CAMELS (Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity & Sensitivity to market risk) berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004. Sekarang, menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, maka sistem penilaian analisis kesehatan bank pun diubah dari CAMELS menjadi RGEC (Risk profile, Good corporate governance, Earnings, & Capital).
Sebenarnya sistem penilaian kesehatan bank antara CAMELS tidak berbeda jauh dengan RGEC. Beberapa bagian tampak masih sama seperti masih digunakannya sistem penilaian Capital dan Earnings. Adapun sistem penilaian Management pun diganti menjadi Good Corporate Governance. Sedangkan untuk komponen Asset Quality, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk akhirnya dijadikan satu dalam komponen Risk Profile.
1.      Capital CAMELS vs Capital RGEC
Ada sedikit perbedaan antara sistem penilaian Capital pada CAMELS dan RGEC. Hal itu terkait dengan beberapa perubahan regulasi yang turut juga merubah parameter atau indikator dalam melakukan penilaian kesehatan bank antara CAMELS dan RGEC. Salah satunya terkait dengan adanya perubahan regulasi dari Basel I menjadi Basel II, dimana Basel II baru mulai dibentuk pada tahun 2004. Dampak dari adanya perubahan regulasi tersebut berkaitan dengan perhitungan rasio kecukupan modal atau CAR (Capital Adequacy Ratio) yang merupakan salah satu parameter atau indikator dari komponen Capital.
Untuk perhitungan CAR baik untuk CAMELS maupun RGEC menggunakan rumus yang sama. Tetapi yang membedakan adalah terletak pada perhitungan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko. Pada CAMELS, yang masih menggunakan regulasi Basel I, hanya memperhitungkan ATMR dengan menggunakan risiko kredit dan risiko pasar saja. Sedangkan untuk perhitungan ATMR pada RGEC, dimana regulasi Basel II sudah digunakan, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan menggunakan risiko operasional.
2.      Asset Quality + Liquidity + Sensitifity to Market Risk = Risk Profile
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, Risk Profile yang wajib dinilai terdiri dari Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Untuk penilaian Asset Quality memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Kredit pada Risk Profile. Adapun untuk penilaian Liquidity memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Likuiditas pada Risk Profile. Sedangkan untuk penilaian Sensitifity to Market Risk memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Pasar pada Risk Profile.
Dalam penilaian CAMELS, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada Asset Quality, Liquidity, & Sensitifity to Market Risk buruk, maka dapat diprediksi bahwa bank tersebut akan mengalami kebangkrutan. Tetapi dalam penilaian RGEC, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada Risk Profile buruk, maka bank tersebut belum dapat diprediksi akan mengalami kebangkrutan selama parameter penanganan risiko bank itu sangat baik sehingga dapat mencegah atau meminimalisasi akan terjadinya kebangkrutan.
a.      Kredit Asset Quality vs Kredit Risk Profile
Seperti halnya perbedaan Capital seperti penjelasan diatas, maka penilaian kredit pada Asset Quality dan Risk Profile pun mengalami perbedaan yang terkait dengan adanya perubahan regulasi juga yaitu adanya revisi PSAK No. 50 dan No. 55 pada tahun 2006 tentang Instrumen Keuangan. Adanya revisi tersebut mengakibatkan adanya perubahan padanan PPAP menjadi CKPN. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya PPAP sejenis dengan CKPN karena sama-sama merupakan pencadangan pada kredit. Yang membedakan adalah perlakuannya, dimana pencadangan kredit pada PPAP didasarkan pada ketentuan kolektibilitasnya sedangkan untuk pecadangan kredit pada CKPN didasarkan pada data kerugian kredit yang telah terjadi.
b.      Liquidity CAMELS vs Liquidity Risk Profile
Parameter atau indikator yang digunakan untuk memperhitungkan antara Liquidity CAMELS dengan Liquidity Risk Profile sebagian besar memiliki persamaan. Yang membedakan adalah bahwa pada parameter Liquidity CAMELS terdapat perhitungan rasio LDR (Loan Deposits Ratio) sedangkan pada parameter Liquidity Risk Profile tidak terdapat adanya perhitungan rasio tersebut.
c.       Market Risk CAMELS vs Market Risk Profile
Perbedaan yang signifikan antara Market Risk CAMELS dengan Market Risk Profile adalah adanya parameter atau indikator strategi dan kebijakan bisnis setiap masing-masing bank pada penilaian pada Market Risk Profile. Sedangkan untuk Market Risk CAMELS lebih terfokus pada penerapan sistem manajemen risiko pasar.
3.      Management CAMELS vs Good Corporate Governance RGEC
Pada Management CAMELS, selain menggunakan parameter atau indikator Good Corporate Governance pada manajemen umum, digunakan pula penerapan sistem manajemen risikonya serta kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada komponen RGEC, kepatuhan tersebut terdapat dalam penjelasan mengenai Risiko Kepatuhan pada Risk Profile.
4.      Earnings CAMELS vs Earnings RGEC
Pada Earnings CAMELS, terdapat parameter atau indikator perhitungan BOPO (Beban Operasional dibagi dengan Pendapatan Operasional), sedangkan Earnings RGEC tidak ada perhitungan BOPO. Sebagai gantinya, pada Earnings RGEC terdapat parameter atau indikator Beban Operasional dibagi dengan Total Aset dan Pendapatan Operasional yang juga dibagi dengan Total Aset.

Sumber      :