Indonesia merupakan Negara yang menganut paham demokratis dan berlandaskan undang-undang. Namun kasus kemungkinan pelarangan Ahmadiyah belakang ini merupakan batu ujian yang mengukur komitmen negara dalam hal kebebasan beragama di Tanah Air. Tidak kurang dari tujuh kali putaran dialog telah dilaksanakan sejak September 2007 sampai Januari 2008 antara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan unsur pemerintah. Padahal pemerintah dalam Undang-Undang Pasal 28E ayat 1 dan 2 menjelaskan :
1. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dari pasal diatas pun telah jelas bahwa pemerintah menjamin tiap penduduknya untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut kepercayaanya. Namun dalam kasus JAI sepertinya pemerintah belum menangani dengan bijak mengenai masalah ini. Masalah seperti saling memamerkan orang-orang yang pintar agama. Para pemuka agama saling beradu “TARING” mengenai masalah ini.
Bukankah Islam mengajarkan untuk tidak saling memakan daging antar sesame. Bahkan petugas yang berwenang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Pada kejadian di cikeusik terlihat bagaimana upaya kerja para petugas dalam mengamankan masa hingga menewaskan satu nyawa. Dan dalam keputusan SKB 3 menteri Juni 2008 yang berisi :
- Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1 PNPS 1965 tentang pencegahan penodaan agama.
- Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam pada umumnya. Seperti pengakuaan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
- Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenani saksi sesuai peraturan perundangan.
- Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap penganut JAI.
- Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tidak mengindahkan peringatan dnan perintah dapat dikenakan sanksi sesuai perundangan yang berlaku.
- Memerintahkan setiap pemerintah daerah agar melakukan pembinaan terhadap keputusan ini.
- Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, 09 Juni 2008
SKB tersebut malah menguntungkan bagi beberapa pihak. Banyak ormas Islam yang memakai SKB ini untuk menjatuhkan dan melakukan tindak anarkis. Seperti yang dikabarkan bahwa kitab JAI adalah TAZKIROH. Padahal didalam JAI tidak ada kitab itu. Bukankah dalam QS Al-Kafirun ayat 6 telah dijelaskan bahwa :
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِين
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku"
Selain itu diterangkan pula dalam pasal 28E ayat 1 dan 2 yang menyatakan :
- Setiap orang bebas memluk agama dan beribadat menurut agamanya.
- Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Undang-Undang pun telah memberi kebebasan penduduknya untuk memeluk agama masing-masing dan menjalankan serta menyikapi agama masing-masing dengan hati nurani. Memang sulit jika suatu masalah sudah terkait dengan agama, namun lebih sulit lagi jika kita saling menuding dan membuktikan itu semua dengan bukti yang jelas. Bukankah dalam setiap permasalahan itu “ADA RAHASIA DI BALIK RAHASIA”. Dan semua sudah ada ketentuan dari Yang Maha Kuasa.
Pemerintah juga seharusnya menyelesaikan masalah ini dan masalah yang ada berdasarkan Undang-Undang yang telah ada, masyrakatpun seharusnya juga begitu. Bukankah lebih indah jika Negara hidup dengan kedamaian.
Nama : Amelia Suciani
NPM : 32109697
Kelas : 2db20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar